TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan bahwa pemerintah bakal menggandeng perusahaan teknologi seperti Gojek, Tokopedia, hingga Jobstreet dalam program Kartu Pra Kerja. Namun, ia belum menjelaskan secara pasti apa peran perusahaan teknologi itu dalam perlaksanaan program pelatihan nantinya.
"Belum kami putuskan, kami akan memperjelas dulu apakah platform digital itu nantinya hanya untuk pendaftaran, atau mereka bisa sebagai provider latihan. Kan beda lagi, kalau provider habisnya berapa," tutur Hanif di Gedung Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jumat, 16 Agustus 2019.
Menurut Hanif, peran perusahaan teknologi itu nantinya juga harus menyesuaikan dengan regulasi yang berlaku.
Berdasarkan bahan paparan Kementerian Keuangan soal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2020, desain implementasi Kartu Pra Kerja itu dibagi dua kepada akses digital dan reguler. Sehingga, kuota 2 juta penerima kartu akan dibagi menjadi 1,5 juta melalui akses digital dan 500 ribu melalui akses reguler. "Perbedaannya mungkin hanya di orientasi untuk digital skills dan proses manajemen kartunya," kata Hanif.
Peserta program Kartu Pra Kerja akses digital akan mendapat fasilitas pelatihan dan insentif. Pelatihan itu nantinya bisa dipilih peserta melalui platform digital yang telah bekerjasama dan pelatihannya diselenggarakan oleh swasta. Pelatihan yang dilaksanakan berupa pelatihan online dengan e-learning dan offline tatap muka.
Sementara, untuk program reguler, para peserta akan mendapatkan pelatihan, insentif, serta sertifikasi. Adapun pelatihan dan sertifikasi dilakukan di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Pemerintah termasuk balai latihan kerja, LPK swasta, dan pusat pelatihan industri. Pelatihan itu akan dilaksanakan secara tatap muka.